cerpen ini tuh hasil penemuan document2 laptop yang dulu2 gitu waktu jaman smp eh ketemu cerpen ini, dibuat waktu pel bahasa gt bkn cerpen. rada ngegantung sih ceritanya. tp insyaallah seru, selamat membaca! <3ANUMRNT
SahabatPenacipt:anumrnt
Nasya membanting pintu kamarnya keras-keras. “Aku benci hidupku aku benci!” Nasya menangis sesenggukan sambil memeluk Tiboy, boneka teddy bearnya yang selalu tersenyum. Hati Nasya campur aduk sedih, marah, kesal berkecamuk di dalam hatinya. Bi Narsih hanya bisa menggeleng pasrah yg sering melihat anak majikannya seperti itu. Akhir-akhir ini memang Nasya sering menangis sendiri. Beda dari Nasya yang dulu, biasanya kalau ada masalah ia cerita kepada Bi Nar. Nasya yang dulu ceria, gak cengeng. Ya, sejak kepergian Ayahnya Nasya sangat terpukul, ia menyalahkan Bundanya atas kepergian Ayahnya. Menurutnya karena Bundanya lah yang membuat Ayahnya telah tiada. Semenjak kepergian Ayahnya, hidup Nasya berubah dan lebih tertutup.
Bel berbunyi Siswa/i kelas VIII G bergegas masuk kelas. “Selamat Pagi anak-anak” sapa Bu Lisa sewaktu masuk kelas. “Sebelum pembelajaran dimulai Ibu akan kasih tugas untuk mengisi liburan kalian ya” timpalnya. Mendengar perkataan tersebut seisi kelas menjadi ribut. Kelas VIII G memang paling anti dengan tugas. Maklumlah menurut mereka tugas cuma ngebebanin liburan doang. “Sst jangan ribut” Marah Bu Lisa. “Yah bu, masa iya liburan ada tugas sih Bu” kata Toni si biang onar dikelas. “Makanya dengarkan dulu saya bicara” “Untuk mengisi liburan nanti kamu buat surat kepada teman yang kamu tidak kenal, ya seperti Sahabat Pena. Nah, nanti kamu ceritakan perkenalan kamu dengan Sahabat Pena kamu di kertas folio beserta tanda bukti suratnya lalu di kumpulkan ke Ibu” Jelas Bu Lisa panjang lebar.
Nasya membolak balik majalah mencari alamat untuk menjadi sapennya. Tumpukan majalah berserakan dikamarnya, seakan belum menemukan yang cocok untuk menjadi sapen. “Ahh ini dia” kata Nasya tersenyum tipis. Nasya langsung menulis surat dan memasukannya ke amplop, berlari kecil Nasya kedepan rumahnya dan memasukan surat itu ke kotak surat yang berada tepat di sebrang rumahnya.”Beres tinggal tunggu balasannya” kata Nasya lega.
Hari demi hari Nasya menunggu balasan surat yang iya kirim 4 hari lalu. Akhirnya hari ini datang juga, Pak Pos yang serba oranye itu mengetuk pintu rumah Nasya. Nasya tersenyum “makasih ya Pak” kata Nasya. “Sama-sama Dik” ujarnya. Nasya membuka surat itu dan segera ia membacanya.
Halo Nasya..
Senang berkenalan denganmu.. Aku sudah membaca isi suratmu. Namaku Chika. Aku juga masih duduk di kelas 8 SMP kok sama sepertimu. Oh kamu membuat surat ini karena tugas dari gurumu yah. Wah asyik juga ya. Ohiya boleh kamu ceritakan kehidupan kamu disana? Pasti sangat bahagia, hmmm. Semoga kamu membalas suratku lagi yah.
-Chika
Nasya melipat surat itu dan masuk kekamarnya, segera ia duduk di meja belajarnya dan menulis surat balasan. Selesainya ia berlari kesebrang rumahnya dan masukan amplop ke kotak surat. Entah mengapa setiap menerima balasan surat, Nasya menjadi ceria. Nasya merasakan arti kasih sayang yang tulus dari Chika layaknya ibu dan anak. Nasya memang hanya tinggal berdua dengan Bi Nar, Ibunya bekerja dinas di Kalimantan. Jauh dari Nasya.
“Cie si Non Nasya seneng banget kelihatannya” kata Bi Nar sambil menaruh sarapan di meja makan. “Ya dong Bi aku senang Sapen ku mau ke Jakarta mungkin akhir bulan ini” “Sapen itu apa Non? Ih kamu kan tau bibi norak” tanya Bi Nar polos.”Sahabat Pena Bi yang sering surat-suratan sama aku itu loh,” kata Nasya dengan mulut yang penuh dengan makanan. “Wah pantas kamu ceria, Bibi senang melihatnya, kan jarang-jarang Non kaya gini,” seru Bi Nar yang lagi mencuci piring. “Oh ya Non” “apa Bi?” tanya Nasya penasaran. “Tadi Nyonya Sita telepon katanya Nyonya mau ke Jakarta, Nyonya dipindahin lagi ke Jakarta,” kata Bi Nar menjelaskan. Didalam hati Nasya memang kangen berat sama Bundanya, tapi apadaya Nasya masih sangat marah pada Bundanya atas kepergian Ayahnya.
“Assalamualaikum Nasya pulang Bi,” sambut Nasya. “Waalaikumsalam sayang” Nasya terkejut kedatangannya disambut oleh Bundanya. Raut wajah Nasya berubah. Nasya memang senang Bundanya ada disampingnya. Tapi kejadian yang sudah setahun yang lalu melintas dipikiran Nasya. “kita pisah saja mas, itu jalan keluar satu-satunya” kata Sita menegaskan. “Bagaimana dengan Nasya? Ingat Nasya Ta, kita masih memiliki Nasya,” “Ya aku tau, biar Nasya aku yang akan urus,” tegas Sita “tapi…” PRAANG vas bunga kesayangan bunda Nasya pecah. Nasya menangis mendengar ucapan mereka. Ya dari tadi Nasya mengintip percakapan orangtuanya. “Na..na..sya!” teriak papa sambil memegang dadanya. Papa pinsan, Bunda kaget melihatnya, langsung dibawanya Papa kerumah sakit. Nasya menjerit menangis, Papanya meninggal terkena serangan jantung. “Bunda Jahaat!” kata Nasya sewaktu diruang tunggu. “Maafkan Bunda nak” kata Bunda meminta maaf “Bunda Jahat Bunda kejaaaam!! Aku benci Bunda!” air mata Nasya mengalir entah ada berapa ember jika di tampung. Kekesalannya, kebenciannya muluap dalam hatinya. Ia pulang dengan hati yang gundah, Nasya berasa nggak ingin hidup lagi di dunia ini.
Hal itu terlintas di benak Nasya. Sejak saat itu Nasya sangat benci sekali pada Bunda. Karena Bundalah Ayah meninggal. “Nasya sayang gimana kabarmu?” kata Bunda mengagetkan lamunan Nasya “baik.” Kata Nasya singkat. “syukurlah” ujar Bunda. “udah dulu ya Bun aku capek aku mau tidur,” timpal Nasya mengakhiri percakapan kaku mereka. Nasya berlari kecil menaiki anak tangga dan masuk kekamarnya. Didalam kamar Nasya mengambil kertas kosong dan penanya. Ia langsung menulis surat untuk chika.
Halo Chika
Chika!! Aku lagi bosan nih Chik, aku bete Chikaaaa. Masa mamaku pulang sih ke Jakarta. Aku masih belum bisa memaafkannya Chik. Dia jahat, aku benci dia Chika, benci! Aku harus gimana Chik, aku memang kangen sama Bundaku. Tapi… ah tetap saja aku benci sama Bunda. Ohya Chik kapan kamu mau ke Jakarta? Ayodong Chik aku mau tau lebih tentang kamu. Aku rasa kamu orang yang menarik untuk menjadi sahabat baruku.
-Nasya
Semenjak sebulan lebih bersapen dengan Chika, Nasya memang selalu bercerita apapun dengan Chika. Menurutnya Chika bisa ngasih solusi yang cukup baik.
Nasya melamun didepan balkon rumahnya. “Kok suratnya belum datang juga sih,” pikirnya dalam hati. “padahal sudah lebih dari 5 hari aku kirim surat itu, apa suratnya tidak sampai ya?” Nasya masih tetap pada lamunannya. “Nasya sayang..” suara Bunda mengagetkan Nasya pada lamunannya.”ehiya apa Bun?”Jawab Nasya rada kikuk. “sedang apa kamu disini? Hayo ngelamunin cowo yaa,” tanya Bunda sambil bercanda.”Apaan sih Bun, bercandaan Bunda “gak lucu. Aku lagi malas bercanda,” jawab Nasya jutek.”Hem.. Baiklah, maafkan Bunda ya sayang, pasti kamu lagi nunggu surat datang yah?” tanya Bunda lagi. “GLEK.." kok Bunda tau tentang surat itu sih apa Bunda membaca suratku makanya tak sampai?” tanya Nasya dalam hati, Nasya tidak berkata sepatah apapun. “Nasya…” panggil Bunda sambil melambaikan tangannya didepan muka Nasya. “Hah i..iya. apa Bun? Nggak kok Bun mau tau aja sih,” jawab Nasya kikuk.”Aku kekamar Bun, aku ingin istirahat.” Nasya mengalihkan pembicaraan dan Nasya langsung pergi ke kamarnya. “Kok Bunda tau ya tentang surat itu? Apa… Bunda meliha surat-suratku? Gak mungkin gak mungki, suratnya kan selalu ku taro laci kamar dan itu terkunci. Lagipula Bunda takpernah masuk kamarku. Apa… Ah gak mungkin,” Nasya berkata sendiri. “Tapi… tumben sekali Bunda menanyakan hal-hal yang sepele, biasanya saja dia hanya sibuk dengan pekerjaannya, gak pernah kan dia memikirkanku, dia lebih sayang pekerjaanya dari pada aku!” Nasya masih tetap berkata sendiri, Nasya penasaran.”Ah ngapain sih aku mikirin Bunda, Bunda aja gak pernah mikirin aku!” kata Nasya mulai kesal lagi oleh Bundanya. Dengan sepasang headset dikupingnya Nasya mendengarkan lagu Bunda. Hati Nasya terasa tenang, tak sengaja air mata Nasya membasahi pipinya dan menetes ke atas kasur. Kenangan-kenangan yang dulu bersama Bunda dan Papanya terlintas kembali di benak Nasya. Nasya mulai tertidur. Jam weker kodok Nasya berbunyi nyaring. Membuat Nasya terbangun dari mimpinya. Hari ini hari minggu, hari kedua Liburan Nasya dimulai. Ya, Nasya habis menerima rapot akhir semester ganjil. Nasya masih memikirkan suratnya yang belum dibalas.”Ah kenapa sih Chika belum balas suratku? Kenapa mendadak gini sih, apa Chika udah di Jakarta makanya Chika gabalas suratku? Iya sih aku kan ngirim ke alamatnya yang di Kalimantan, tapi kenapa Chika ga ngasih tau dulu ya?” pertanyaan Nasya bertubi-tubi pada dirinya sendiri.”Non Nasya,” terdengar suara Bi Nar sambil mengetuk pintu.”Ya ada apa Bi? Masuk aja,” tanya Nasya.”Ini ada surat Non, tadi pagi Non ambil dari kotak surat.”Surat Bi? Wah makasih ya Bi,” kata Nasya senang. Nasya langsung membuka isi surat tersebut.Kalau kamu mau bertemu denganku temui aku di Taman Kota jam 9 pagi -Chika “Tuhkan benar Chika ada di Jakarta. Tidak salah lagi,” ujar Nasya. Nasya lalu mengambil handuk dan segera mandi. Selesai mandi Nasya menuruni anak tangga menuju ruang makan.”Ayo Nasya sayang sarapan dulu,” Nasya duduk di bangku meja makan, tidak ada jawaban apapun dari Nasya. Nasya langsung mengambil nasi goreng buatan Bi Narsih dan menaruh di atas piringnya.”Kamu mau kemana Nasya? Tumben sekali pagi-pagi sudah rapih.”Aku mau ke Taman Kota,” jawab Nasya singkat. “kamu mau ikut Bunda?” tanya Bunda menwarkan.”Tidak usah, biar aku naik angkutan umum sendiri saja,” jawab Nasya dengan mulut yang masih banyak makanan. Selesai makan Nasya langsung memakai sepatu dan ngacir keluar rumah sambil setengah berteriak kepada Bi Narsih “Bi aku pergi dulu ya, Assalamualaikum” “Waalaikumsalam Non” jawab Bi Nar. Seakan Bundanya tak ada di dekatnya dan hanya menyapa Bi Narsih. Nasya celingak celinguk di Taman Kota, banyak orang yang berlalu lalang di Taman Kota tersebut. Mungkin karena hari libur suasana di Taman Kota sangat ramai. Dari anak balita yang bermain lari-larian sampai lansia yang sedang senam. Memang biasanya setiap hari minggu disini mengadakan senam pagi untuk Ibu-ibu maupun Lansia. Orang yang Nasya cari belum juga datang.”apa mungkin Chika sudah datang tapi dia mengumpat yaaa?”pikirnya dalam hati. “ah tak mungkin, paling Chika lagi mencariku, Chika kan punya fotoku”gerutunya. “Tapi kok dari tadi aku gak lihat orang yang sedang kebingungan yah?” pikir Nasya dalam hati. Nasya berfikir jika ada orang yang mencarinya pasti orang itu akan kebingungan. Tapi kenapa dari tadi gak ada? Padahal janji Chika kan jam 9. Sekarang saja sudah jam 09.30. hati Chika mulai bertanya-tanya. Nasya duduk di bangku Taman Kota menghadap Jalan Raya didepan Taman Kota. Terlihat mobil Honda City bewarna perak melintas di depan Taman Kota.”Kayanya mobil ini ga asing bagiku,” pikir Nasya. Mobil itu berhenti di parkiran Taman Kota. Seorang wanita karir yang keluar dari Honda City itu.”Bun…da? Ngapain Bunda kesini? Ada urusan apa?” tanya Nasya bertubi-tubi.”Chika!” jawab Bunda dengan jawaban singkat yang tapi sangat bermakana itu.”Hah? Chika?” kaget Nasya sampai beberapa orang yang berlalu lalang menengok pada Nasya. Tanpa berkata apapun Bunda mengasih surat yang selalu dikirim oleh Nasya sewaktu dinas di Kalimantan. Nasya menarik kertas tersebut, setelah membacanya Nasya membuang semua surat itu, surat dari Nasya berhamburan. Nasya berlari ke Jalan Raya dan langsung memasuki Bus Kota yang berhenti di depan Taman Kota. Nasya berlari dengan mengeluarkan air mata. Bunda yang masih berdiri di Taman Kota hanya bisa berdiri mematung melihat tingkah laku anaknya, ia merasa paling bodoh menjadi Ibu, sampai-sampai anaknya saja meninggalkannya. Di dalam kacamata hitamnya Bunda meneteskan airmata. “Jadi selama ini aku bercerita kepada Bundaku sendiri? Aku mengeluh tentang Bunda ke Bundaku sendiri? Seharusnya aku tidak mempercayai orang begitu saja, bodohnya aku. Bunda jahat! Tega sekali membohongiku. Aku benci! Aku makin benci sama Bunda!!” Ditengah perjalanan pulang Nasya memikirkan hal itu, Nasya menangis, tak bisa membayangkan Sapennya adalah Ibunya sendiri. Mustahil! Sesampai rumah, Nasya berlari menuju kamarnya. Bi Nar yang sedang menonton telenovela kaget setengah mati melihat anak majikannya. Nasya menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, dan tertidur dengan hati yang gundah. Nasya terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Jam weker kodoknya menunjukan pukul 7 pagi. Nasya bergegas ke bawah untuk sarapan. “Pagi Non Nasya,” sapa Bi Nar. “Pagi juga Bi” jawab Nasya. “Ini Non, sarapan hari ini roti bakar ya, oh ya Non, tadi malam Nyonya nitip surat ini ke Bibi suruh ngasih Non Nasya. Tadi malam Nyonya pergi, katanya ada kerjaan mendadak, sampai sekarang belum pulang deh Non,” cerita Bi Narsih panjang lebar. “Oke deh Bi makasih ya,” ujar Nasya sambil mengunyah roti bakarnya. Didalam kamar Nasya membaca surat dari Bundanya. Nasya membuka suratnya, dan langsung membacanya.Nasya sayang… Maafkan Bunda, karena Bunda menyamar menjadi Chika, tadinya Bunda mau bilang alamat yang kamu kirimkan itu alamat Bunda, tapi Bunda urungkan niat Bunda, dan akhirnya Bunda menyamar jadi Chika. Bunda tidak yakin kalau Bunda berkata yang sejujurnya, kamu akan membalas surat Bunda. Sejak Bunda menyamar menjadi Chika, Bunda tau kegelisahan kamu selama ini sayang. Bunda sedih melihat kegelisahan kamu tentang Bunda, Bunda tau memang Bunda yang salah atas kepergian Ayah kamu. Tapi… selama ini Nasya akan marah sama Bunda? Bunda sayang sama kamu. Bunda kangen sewaktu itu.. bercanda bersama, cerita tentang kejadian kamu disekolah, jalan-jalan sama kamu. Kamu segalanya bagi Bunda sayang. Bunda ga pernah lupa sama kamu. Semua yang kamu anggap diri Bunda itu Cuma pikiran kamu saja. Bunda saja yang bodoh, Bunda tidak berbicara denganmu, Bunda takut respon kamu yang sensitif. Maka dari itu Bunda membuat surat ini. Mungkin Nasya belum bisa memaafkan Bunda. Ya salahkan saja Bunda sayang, Bunda memang yang bersalah. Bunda harus menanggung semuanya. Salam sayang Bunda Air mata Nasya mengalir menetes ke surat tersebut. Nasya mengaku salah, Nasya memang egois. Tak seharusnya Nasya selalu membenci Bunda. “Maafkan aku Bunda, aku yang salah, aku yang egois” kata Nasya berkata sendiri. Suara klakson Honda City terdengar memasuki teras rumah. “Pasti Bunda!” ujar Nasya. Nasya berlari menuju tangga dan kebawah menghampiri Bundanya. Sekeluarnya Bunda dari dalam mobil Nasya langsung memeluk Bunda. “Bunda maafkan aku, aku memang yang bersalah, aku memang anak yang tidak tahu diri,” Bunda kikuk, tapi Bunda tahu pasti anaknya sudah membaca surat darinya. Bunda memeluk Nasya erat-erat Bunda menangis. “Maafkan Bunda juga sayang, Bunda memang yang salah,” kata Bunda pelan. “Bunda gak salah, gak ada yang salah Bun, Ayah meninggal ya udah takdirnya Bunda..” kata Nasya membenarkan. “Aku sayang sama Bunda, sayang banget Bun.”terulas senyuman dari bibir Nasya. Senyum kebahagiaan.
No comments:
Post a Comment